Jumat, 25 Desember 2009

Kutitip Surat Ini Untukmu II

Semua mereka telah mendapatkan upahnya!? Mana upah yang
layak untukku wahai anakku! Dapatkah engkau berikan sedikit
perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu? Dapatkah
engkau menganugerahkan sedikit kasih sayangmu demi mengobati
derita orang tua yang malang ini? Sedangkan Allah ta’ala
mencintai orang yang berbuat baik.

Wahai anakku!! Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku
tidak menginginkan yang lain. Wahai anakku! Hatiku teriris,
air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat.
Orang-orang sering mengatakan bahwa engkau seorang
laki-laki supel, dermawan, dan berbudi.

Anakku… Tidak tersentuhkah hatimu terhadap seorang wanita
tua yang lemah, tidak terenyuhkah jiwamu melihat orang tua
yang telah renta ini,ia binasa dimakan oleh rindu,
berselimutkan kesedihan dan berpakaian kedukaan!? Bukan
karena apa-apa?! Akan tetapi hanya karena engkau telah
berhasil mengalirkan air matanya… Hanya karena engkau telah
membalasnya dengan luka di hatinya… hanya karena engkau
telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat
menghujam jantungnya… hanya karena engkau telah berhasil
pula memutuskan tali silaturrahim?!

Wahai anakku,
ibumu inilah sebenarnya pintu surga bagimu. Maka titilah
jembatan itu menujunya, lewatilah jalannya dengan senyuman
yang manis, pemaafan dan balas budi yang baik. Semoga aku
bertemu denganmu di sana dengan kasih sayang Allah ta’ala,
sebagaimana dalam hadits: “Orang tua adalah pintu surga
yang di tengah. Sekiranya engkau mau, maka sia-siakanlah
pintu itu atau jagalah!!” (HR. Ahmad)

Anakku. Aku sangat mengenalmu, tahu sifat dan akhlakmu.
Semenjak engkau telah beranjak dewasa saat itu pula
tamak dan labamu kepada pahala dan surga begitu tinggi.
Engkau selalu bercerita tentang keutamaan shalat
berjamaah dan shaf pertama. Engkau selalu berniat untuk
berinfak dan bersedekah.

Akan tetapi, anakku! Mungkin ada satu hadits yang
terlupakan olehmu! Satu keutamaan besar yang terlalaikan
olehmu yaitu bahwa Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu
berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Wahai Rasulullah, amal apa yang
paling mulia? Beliau bersabda: “Shalat pada waktunya”,
aku berkata: “Kemudian apa, wahai Rasulullah?” Beliau
bersabda: “Berbakti kepada kedua orang tua”, dan aku
berkata: “Kemudian, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab,
“Jihad di jalan Allah”, lalu beliau diam. Sekiranya
aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.
(Muttafaqun ‘alaih)

Wahai anakku!!
Ini aku, pahalamu, tanpa engkau bersusah payah untuk
memerdekakan budak atau berletih dalam berinfak. Pernahkah
engkau mendengar cerita seorang ayah yang telah meninggalkan
keluarga dan anak-anaknya dan berangkat jauh dari negerinya
untuk mencari tambang emas?! Setelah tiga puluh tahun dalam
perantauan, kiranya yang ia bawa pulang hanya tangan hampa
dan kegagalan. Dia telah gagal dalam usahanya. Setibanya
di rumah, orang tersebut tidak lagi melihat gubuk
reotnya, tetapi yang dilihatnya adalah sebuah perusahaan
tambang emas yang besar. Berletih mencari emas di
negeri orang kiranya, di sebelah gubuk reotnya orang
mendirikan tambang emas.

Begitulah perumpamaanmu dengan kebaikan. Engkau berletih
mencari pahala, engkau telah beramal banyak, tapi engkau
telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar.
Di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau
mempercepat amalmu. Bukankah ridhoku adalah keridhoan Allah
ta’ala, dan murkaku adalah kemurkaan-Nya?

Anakku, yang aku cemaskan terhadapmu, yang aku takutkan
bahwa jangan-jangan engkaulah yang dimaksudkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: “Merugilah
seseorang, merugilah seseorang, merugilah seseorang”,
dikatakan, “Siapa dia,wahai Rasulullah?, Rasulullah
menjawab, “Orang yang mendapatkan kedua ayah ibunya
ketika tua, dan tidak memasukkannya ke surga”. (HR. Muslim)

Anakku… Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit dan aku
tidak adukan duka ini kepada Allah, karena
sekiranya keluhan ini telah membumbung menembus awan,
melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan
dan kesengsaraan yang tidak ada obatnya dan tidak ada dokter
yang dapat menyembuhkannya. Aku tidak akan melakukannya,
Nak! Bagaimana aku akan melakukannya sedangkan engkau
adalah jantung hatiku… Bagaimana ibumu ini kuat
menengadahkan tangannya ke langit sedangkan engkau
terkena do’a mustajab, padahal engkau bagiku adalah
kebahagiaan hidupku.

Bangunlah Nak!
Uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa
hingga engkau akan menjadi tua pula, dan al jaza’ min jinsil
amal… “Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau
tanam…” Aku tidak ingin engkau nantinya menulis surat yang
sama kepada anak-anakmu, engkau tulis dengan air matamu
sebagaimana aku menulisnya dengan air mata itu pula kepadamu.

Wahai anakku, bertaqwalah kepada Allah pada ibumu,
peganglah kakinya!! sesungguhnya surga di kakinya.
Basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya, kencangkan
tulang ringkihnya, dan kokohkan badannya yang telah lapuk.

Anakku… Setelah
engkau membaca surat ini,terserah padamu! Apakah engkau
sadar dan akan kembali atau engkau ingin
merobeknya.

Wassalam,
Ibumu

Tidak ada komentar:

mari bersama mengembalikan kehidupan Islam.