Selasa, 26 Januari 2010

KARAKTER IMAM ALI DALAM SEJARAH VERSI IDEOLOGI SHIA

Setiap sejarah selalu berkaitan dengan pelaku, waktu, dan tempat kejadian. Tempat dibatasi wilayah. Waktu berjalan dalam rentangan tertentu. Pelaku dengan perjalanan hidup dan karakternya.

Salah satu tokoh utama dalam sejarah perjuangan Islam adalah Imam Ali karramallah wajhah.

Siapakah Imam Ali k.w..? Seluruh ahli sejarah sepakat bahwa beliau adalah figur utama dan tokoh sentral dalam Islam. Termasuk dalam jajaran orang yang pertama memeluk Islam. Sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAWW. Suami dari penghulu wanita surga yaitu Fatimah Azzahra’. Bapak dari cucu-cucu Rasulullah SAWW. Beliaulah salah satu dari ahlul kisaa’. Baliau yang mendapat kehormatan gelar karramallah wajhah.

Beliau dilengkapi dengan segala keutamaan. Baik dari segi keilmuan, ahli hikmah, keluhuran budi, bijaksana, jiwa yang penuh sifat kesatria, pakar strategi, hingga kekuatan fisik dan kepiawaian bertempur. Terlalu banyak bukti sejarah untuk mendukung karakter tersebut. Tidak ada kontroversi.

Beberapa ciri karakter seorang kesatria adalah sifat konsisten, teguh memegang amanah, berani menghadapi masalah. Salah satu pujian yang datang dari lawan adalah saat pemuka kaum Quraisy begitu ta’jub melihat Imam Ali k.w dalam usia yang begitu muda telah berani tidur di pembaringan Rasulullah SAWW yang sedang diintai pembunuhan.

Imam Ali k.w. adalah seorang pejuang. Selalu berdiri di barisan depan kaum muslimin di medan pertempuran. Dengan Dzul Fiqar nya beliau termasuk dalam tiga pahlawan yang maju dalam pertempuran pembuka Badar disamping asadullah Hamzah dan Ubaidillah. Dan banyak lagi peran penting Imam Ali k.w. sebagai pejuang sejati.

Kekuatan karakter beliau menonjol baik di saat suka maupun duka. Dalam kelapangan maupun di dalam situasi sulit. Pada masa damai, saat perang, atau pun masa-masa penuh fitnah. Konsisten dalam ucapan dan tindakan.

Tetapi bagaimanakah karakter Imam Ali k.w. menurut sejarah versi ideologi Shia? Meskipun ideologi Shia memproklamirkan diri sebagai pendukung setia Imam Ali k.w., Ideologi Shia secara implisit menggambarkan Imam Ali k.w. sebagai seorang yang serba bimbang, penakut, tidak berani mengambil resiko, memilih bersembunyi dan menghindari rintangan yang menghadang.

Menurut ideologi Shia, Imam Ali k.w. memilih berdiam diri dari berbagai problem. Berdiam diri dari sekian banyak tantangan dari para sahabat Nabi SAWW terutama Umar ibn Khattab. Mulai dari isu wasiat, jabatan khalifah, penghapusan ayat-ayat Al Quran, pengharaman mut’ah oleh Umar ibn Khattab, dan lain-lain.

Demikian seterusnya kehidupan Imam Ali k.w. dalam sejarah versi Shia. Sebuah gambaran karakter penakut, pesimis, tanpa inisiatif, tak berdaya, butuh belas kasih, suka bersembunyi, sehingga mudah teraniaya, fragile, mudah didhalimi, demikian hingga akhir hayat beliau. Duapuluh empat tahun (perhitungan dari wafatnya Rasul SAWW hingga Imam Ali k.w. meninggal) Imam Ali k.w. selalu ber-taqiyyah dalam kondisi serba lemah.

Imam Ali k.w. oleh ideologi Shia tetap berkarakter lemah meski pada saat menduduki jabatan khalifah sekalipun. Sedangkan masa itu Umar ibn Khattab dan Abu Bakar Asshiddiq telah wafat.

Dengan segala keutamaan ilmu, budi, dan fisik beliau ditambah posisi menjabat sebagai khalifah, masih tersisakah alasan beliau untuk tetap berdiam diri, penakut, dan tidak menegakkan hak-hak dan hukum Allah?

Menurut ideologi Shia, kondisi pribadi Imam Ali k.w. yang terus bertaqiyyah, berdiam diri dari segala problem, mendadak berubah ketika berselisih dengan Aisyah r.a. Imam Ali k.w. dalam kasus ini berani mengangkat senjata. Meninggalkan persatuan umat yang sering beliau jadikan alasan berdiam diri dari Umar ibn Khattab.

Inilah batas kepahlawanan seorang Imam Ali k.w.menurut ideologi Shia. Selalu berdiam diri (taqiyyah) dalam berbagai masalah, kecuali ketika menghadapi seorang wanita. Beliau berani mengangkat senjata.

Menurut sejarah versi Shia, Imam Ali k.w. ternyata tidak hanya sebagai pribadi yang lemah dan tak berdaya dalam penegakan hukum. Namun sekaligus pribadi yang lemah dalam membela kehormatan keluarga.

Sejarawan sepakat pada fakta bahwa Imam Ali k.w. mengambil Umar ibn Khattab sebagai menantu. Yang menikahi Ummy Kultsum anak Imam Ali k.w. dari Fatimah Azzahra’.

Menurut ideologi Shia, Umar ibn Khattab adalah tokoh paling korup, munafik, dan berbagai sifat negatif. Atas dasar apa Imam Ali k.w. rela mengawinkan putrinya dengan Umar ibn Khattab?

Kita lihat bagaimana sejarah versi ideologi Shia memberi komentar tentang perkawinan Umar ibn Khattab dengan Ummy Kultsum putri Imam Ali k.w.:

Menurut beberapa ulama besar Shia, Imam Ali mendapat tekanan sehingga beliau mengeluarkan keajaiban dengan jin yang menyerupai Ummy Kultsum untuk dinikahkan kepada Umar ibn Khattab. ( baca kitab Mawa’idz Husainiyyah dan Ayaatun Bayyinat).

Betapa lemah tak berdaya seorang Imam Ali k.w. sehingga membutuhkan sebuah mu’jizat berupa kehadiran jin dalam menghadapi Umar ibn Khattab. Jika benar yang dinikahkan adalah jin, lalu dimanakah keberadaan Ummy Kultsum yang asli?

Pendapat ini berbeda dengan rujukan utama ideologi Shia yaitu kitab Alkaafy. Alkaafy mengakui bahwa perkawinan itu memang terjadi. Kita lihat bagaimana Alkaafy memandang fakta perkawinan itu.

Dalam Furu’ Alkaafy jilid II page 141 : dari Zaraarah dari Imam Ja’far mengatakan (tentang perkawinan Umar ibn Khattab dengan Ummy Kultsum putri Imam Ali k.w.) :

“Sesungguhnya itu adalah vagina yang diperkosa”

Bedah buku Alkaafy sangat penting dan mendesak dilakukan. Masyarakat berhak mendapatkan informasi/ pemahaman yang benar dan utuh mengenai ideologi Shia.

==========================================

Bagi para member yang belum sempat membaca LOGIKA I - VI, silahkan merujuk ke link di bawah ini:

- Syiah Dan Trauma Sejarah Persia
- Al Quran Berbeda?
- Alkaafy : Halaman Yang Terlewatkan
- Alkaafy : Rujukan Utama Shia
- Alkaafy : Salah Siapa?
- Bedah Buku Alkaafy

Tidak ada komentar:

mari bersama mengembalikan kehidupan Islam.