Minggu, 02 Mei 2010

Bertemu Gunung-gunung

Beberapa tahun silam saya bertemu dengan seorang fotografer ternama dunia, Peter Sanders di Jakarta. Dia seorang Muslim, keluarganya, anak dan istri juga Muslim. Sehari-hari dia berpakaian panjang, mirip jubah dengan peci bulat di kepalanya. Dalam pertemuan itu dia bercerita tentang proyek yang sedang digarapnya. Sebuah buku fotografi, tentang dunia Islam, tepatnya tentang tokoh-tokoh dalam dunia Islam di seluruh dunia. Mulai dari Maroko sampai Malaka. Mulai dari Sudan, Aljazair dan Mesir.

Rencananya, proyek besar itu ia beri nama Meeting with the Mountain. Karena memang, yang ditemuinya adalah tokoh-tokoh dalam dunia Islam yang bak gunung, besar dan mengagumkan, dari sisi kharisma, ilmu, pengikut atau pengaruh. Beberapa waktu setelah itu, saya bertemu lagi dengan Peter Sanders dalam sebuah acara shalat Jumat di salah satu bangunan di areal Cambridge University. Sebagai salah satu bahan obrolan, saya tanya tentang progress proyek besarnya, Meeting with the Mountain. Dia bilang, belum selesai karena memang gunung-gunung yang ditemuinya sangatlah besar untuk diterjemahkan dalam bentuk gambar dan kata.

Saya dikenalkan pada istrinya, yang kala itu datang menemani. Saya bilang padanya, sepertinya saya tak asing dengan wajah istri Peter Sanders. Kemudian Peter mengatakan, tentu tak asing, karena wajahnya ada dalam foto yang ada dalam buku yang dihadiahkannya dalam pertemuan di Jakarta waktu itu. Saya ingat. Dan barangkali dia salah satu gunung dalam sejarah umat Islam dunia, kita tidak pernah tahu.

Gunung-gunung, terlalu banyak dalam sejarah hidup kita. Tokoh-tokoh besar dalam agama ini, namanya menghiasi sejarah dan kisah-kisah. Bahkan kita tak mengenal semuanya. Kita tak pernah tahu seluruhnya. Kita tak pernah selesai mengeja, peran apa yang dimainkannya.

Pernah dikisahkan tentang perselisihan antara dua orang ahli hadits. Seorang ahli hadits mengucapkan dan mengutip sebuah hadits. Dan seorang ahli yang lainnya, menyangga hadits yang dibacakan. ”Hadits apa ini? Darimana Anda mendapatkan hadits ini? Anda berdusta atas nama Rasulullah?” katanya bertanya dengan nada menuntut.

Yang ditanya menjawab dengan nada yang tak jelas, ”Ini hadits shahih!”

”Tidak! Kami tidak pernah mendengar hadits yang semacam ini! Kami tidak pernah menghafal hadits seperti ini!” Begitulah, perbedaan semakin meruncing, yang satu menyerang, yang lain membela diri. Yang satu memberi hujjah, yang lain berusaha menyanggah, juga dengan hujjah.

Lalu seorang datang menengahi keduanya dan bertanya, ”Syaikh, apakah Anda menghafal semua hadits Rasulullah saw?”

”Tidak,” jawabnya.

”Apakah Anda menghafal setengah dari semua hadits yang ada?”

”Mungkin,” katanya melanjutkan.

Lalu lelaki yang menengahi itu berkata, ”Anggaplah hadits ini sebagai salah satu hadits yang belum Anda hapal dan belum Anda pelajari.”

Ada banyak gunung dalam sejarah agama ini. Teramat banyak, terlalu banyak untuk kita ketahui sendiri. Buku-buku tak akan pernah cukup menampung namanya. Kertas-kertas tak akan pernah selesai dituliskan tentang kisah dan sejarah mereka. Bahkan lebih banyak lagi di antara gunung-gunung itu yang tak tercatat namanya, yang tak terekam sejarahnya, atau bahkan yang terlupakan oleh ingatan manusia.

Ada di antara kita yang diberi kelebihan Allah untuk menjadi ahli dalam membaca al Qur’an, yang lain lagi diberikan kemampuan untuk menafsirkan dan mengajarkan pengertiannya. Ada di antara kita yang diberi kelebihkan Allah untuk menjadi ahli hadits, yang lain lagi diberi kemampuan untuk mengingat sirah dan sejarah. Ada yang memiliki kemampuan untuk memberi sedekah dengan jumlah yang besar dan mengajak orang lain melakukan hal yang demikian. Dan ada pula dengan cara sederhana, memiliki kesabaran yang luar biasa untuk saling mengingatkan di jalan kebenaran dan menegakkan sunnah.

Ada yang mendapat kemuliaan dengan cara menghiasai pipinya dengan air mata karena rasa takut dan syukur kepada-Nya. Ada yang diberi keberanian menghiasi tubuhnya dengan debu dan darah di jalan jihad membela agama-Nya. Ada yang diberi kemampuan untuk menuntut ilmu sedemikian rupa, luas, dalam, tinggi menjulang. Dan ada yang dianugerahi kekuatan untuk mendirikan shalat malam dengan rakaat-rakaat yang panjang.

Masing-masing kita sesungguhnya seperti pemegang puzzle-puzzle yang harus di satukan. Agar gambar dan rangkaian cerita bisa berdiri utuh, saling melengkapi dan mengisi. Jangan sampai ada seseorang dari kita, atau sebagian dari kita, yang memegang potongan puzzle, tapi menyangka dirinya telah memiliki gambar yang utuh. Karenanya dengan mudah dia menganggap potongan puzzle yang di bawah oleh saudaranya yang lain, adalah gambar lain yang sepenuhnya berbeda.

Tidak, kita tidak sedang memegang gambar yang berbeda. Kita memenang gambar yang sama, dan akan menjadi utuh dengan menyatukannya. Kita harus saling melengkapi, merangkai gambar dan menjadikannya sebagai cerita yang sempurna. Kita sama-sama sedang mengerjakan sesuatu, yang berpangkal dari dan berujung dengan kebaikan. Semua memiliki landasan yang sama, tauhid yang benar, serta sunnah Rasul teladan.

Memang berbeda, ada yang kecil perannya, ada yang besar porsinya. Pasti tidak sama, dan tidak akan pernah sama. Karena memang tidak harus sama. Tentu saja ada batas dan garis merahnya, tentu saja ada cerita dan gambar besarnya, dan itulah yang harus kita pegang bersama dan berusaha untuk mewujudkannya.

Mari melapangkan dada, meluaskan cakrawala sudut pandang, mencari titik temu, bersikap sabar, lemah lembut dan saling mengasihi sesama saudara seiman. Sebab, ajarannya selalu sama, bersikap lemah lembut pada saudara seiman harus didahulukan.

Tidak ada komentar:

mari bersama mengembalikan kehidupan Islam.