Rabu, 09 Desember 2009

MENTAUHIDKAN ALLAH (Beribadah hanya kepada Allah)

Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah. Ketika kita berbicara masalah tauhid, pertama kali yang terbetik dalam ingatan kita adalah masalah yang berkenaan dengan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala atas para hamba-Nya. Hak-hak tersebut menjadi keniscayaan dan konsekuensi dari kalimat agung, yaitu kalimat Laa Ilaaha Illallah. Hak-hak tersebut mencakup hak rububiyyah, uluhiyyah dan asma’ wa sifat.

Hak rububiyyah meliputi keyakinan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta, Pengatur rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan dan lainnya. Sedangkan hak uluhiyyah adalah menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai satu-satunya sesembahan yang diibadahi, tak ada sekutu bagi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku (mentauhidkanKu)”(Adz-Dzariyat:56). Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, ’Sesungguhnya Allah itu al-Masih putra Maryam’. Padahal al-Masih (sendiri) berkata, ’Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’. Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka..... Sungguh telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa adzab yang pedih.”(Al-Ma’idah:72-73).
Oleh karena itu, semua bentuk ibadah harus ditujukan hanya kepada Allah semata dan tidak boleh dipalingkan kepada selain-Nya sedikitpun. Contoh ibadah misalnya: do’a, shalat, khauf (takut), roja’ (harapan), tawakkal (berserah diri), dan sebagainya. Maka kita tidak boleh berdo’a kepada selain Allah. Tidak boleh kita berdo’a kepada kuburan, orang yang ada di kuburan, wali, malaikat, dan juga tidak boleh kita berdo’a kepada nabi. Kita hanya berdo’a kepada Allah.

Hak dalam asma’ dan sifat-Nya adalah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna sebagaimana yang terdapat di dalam kitab-Nya (Al-Qur’an) dan hadits-hadits Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam.

Makna kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah tidak ada yang berhak disembah di langit dan di bumi kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar“(Al Hajj: 62).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak...”(An-nisa’:36).

Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti: “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang disangka sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang musyrik pada zaman Rasullullah pun mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun tidak membuat mereka masuk dalam Islam.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka,’ niscaya mereka menjawab, ’Allah,’...”(Az-Zukhruf:87).
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rizki kepadamu, dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah: ‘Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?”(Yunus:31).

Walaupun orang-orang kafir tersebut mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah, namun mereka mengingkari penghambaan (ibadah) hanya kepada Allah, mereka tidak mau memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata. Mereka mengakui Allah yang menciptakan mereka, Allah yang memberikan rizki dan Allah yang mengatur segala urusan, namun mereka tetap menyembah berhala. Alangkah jahilnya orang-orang ini, mereka menyembah sesuatu benda mati yang tidak mampu mendatangkan manfaat...!!! Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “(Dan orang-orang kafir berkata:) Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan”(Shod:5).

KEUTAMAAN KALIMAT LAA ILAAHA ILLALLAH

Dalam kalimat Laa Ilaaha Illallah terkumpul keutamaan yang banyak, dan faedah yang bermacam macam. Namun, keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya, apabila sekedar diucapkan saja. Dia baru memberikan manfaat bagi orang yang mengucapkanya dengan keimanan dan melakukan kandungan-kandungannya. Salah satu keutamaannya adalah bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena mencari ridha-Nya maka Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan baginya api neraka. Diantara sabda Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam yang menyebutkan keutamaan kalimat Laa Ilaaha Illallah adalah:

Pertama:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan Laa Ilaaha Illallah semata-mata karena mencari ridha Allah” (Muttafaq ‘alaihi).

Kedua:
“Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan : ‘Laa Ilaaha Illallah,’ dengan ikhlas dari hati atau jiwanya” (HR. Al-Bukhari [no.99 dan 6570] dan Ahmad [II/373] dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu).

Ketiga:
“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah dan bahwasanya Muhammad adalah Rasul Allah, dengan jujur dari hatinya, melainkan Allah mengharamkannya masuk neraka”(HR. Al-Bukhari [no.128] dan Muslim [no.32] dari hadits Muadz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu). Wallahu A’lam.

Penulis: Benny Mahaputra Adipradana (kaummuslimin.blogspot.com)
Rujukan:
1) Al-Quran dan as-Sunnah Rasulullah yang Shahih.
2) Kasyfusy Syubuhat, Syaikh Muhammad at-Tamimy
3) Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Cetakan Ketiga-Pustaka Imam asy-Syafi’i-Bogor, th. 1427 H.
4) Kitab Tauhid 1, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Cetakan XIV-Darul Haq-Jakarta, th. 1427 H.
5) ElFata, Volume 06, tahun 2006.
6) Dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

mari bersama mengembalikan kehidupan Islam.