Jumat, 05 Maret 2010

KHILAFAH dan JEJAK ISLAM Di NUSANTARA Bag. II

Dua Pucuk Surat Pengakuan Raja Sriwijaya Jambi

Hubungan Nusantara dengan Timur Tengah yang menjadi tempat asal lahirnya agama Islam sudah terasa sejak masa-masa awal berdirinya ke-Khilafahan Islam. Keberhasilan umat Islam melakukan penaklukan (futuhat) terhadap Kerajaan Persia pada masa Khalifah Umar bin Khathab ra, serta penguasaan atas sebagian besar wilayah Romawi Timur, seperti Mesir, Suriah, dan Palestina telah menempatkan ke-Khilafahan menjadi negara super power dunia sejak abad ke-7. Apalagi ketika kekuatan Islam berhasil menenggelamkan Kekaisaran Persia di masa Khalifah Umar bin Khathab ra hingga tinggal sejarah. Perluasan Islam pun semakin intensif dilakukan, seiring dengan perluasan pengaruh politik, ekonomi, sosial dan tentu saja ideologi (yaitu dakwah Islam) ke seluruh pelosok dunia yang saat itu memungkinkah untuk dirambah. Ketika ke-Khilafahan berada di tangan Bani Umayyah (tahun 660-749 M), penguasa di Nusantara yang masih beragama Hindu mengakui kebesaran Negara Khilafah.

Pengakuan terhadap kebesaran pengaruh Negara Khilafah ini dibuktikan dengan adanya dua pucuk surat yang dikirimkan oleh Raja Sriwijaya Jambi saat itu kepada Khalifah yang hidup pada masa Bani Umayyah. Surat pertama di kirimkan kepada Muawiyyah, dan surat kedua di kirimkan kepada Umar bin Adbul aziz. Surat pertama di temukan dalam sebuah diwan (arsip) Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umair, yang disampaikan kepada Abu Ya’qub at-Tsaqafi yang kemudian disampaikan kepada al-Haitsam bin Adi. Al-Jahizh, yang mendengar surat itu dari al-Haitsam, menceritakan pendahuluan surat itu sebagai berikut:
“Dari Raja al-Hind, yang kandang binatangnya berisikan seribu gajah, (dan) yang istananyater terbuat dari emas dan perak, yang dilayani putri raja-raja, dan yang memiliki dua sungai besar yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian pala dan kapur barus yang semerbak wanginya, kepada muawiyyah . . .”

Surat kedua didokumentasikan oleh Abd Rabbih (246-329 H/860-940 M) dalam karyanya yang berjudul al-‘laq al-Farid. Potongan suratnya sbb :
“Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu raja yang istrinya juga cucu seribu raja, kepada Raja Arab (Umar bin abdul Aziz) yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan. Aku telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tidak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Dan aku ingin anda mengirimkan kepadaku seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepadaku, dan menjelaskan kepadaku hukum-hukumnya.”

Ibnu Tighribirdi yang juga mengutip surat ini dalam karyanya, an-Nujum az-Zhahirah fi Muluk Mishr wa al-Qahirah, memberikan kalimat-kalimat pada akhir surat ini, yakni :
“Aku mengirmkan hadiah kepada anda berupa bahan wewangian, sawo, kemenyan dan kapur barus. Terimalah hadiah itu, karena aku adalah saudara anda dalam Islam”

Namun demikian, sekalipun ada kalimat “saudara Anda dalam Islam”, belum ada indikasi Raja Sriwijaya Jambi memeluk Islam. Raja yang berkuasa saat itu ialah Srindravarman, yang disebut oleh sumber-sumber sejarah China sebagai Shih-li-t’o-pa-mo. Nama ini mengisyaratkan bahwa ia belum menjadi pemeluk Islam. Azyumardi Azra menyebutkan bahwa dua tahun kemudian (tahun 720 M), Raja Srindravarman yang semula beragama Hindu, kemudian memeluk Islam. Kerajaan Sriwijaya jambi pun kemudian dikenal dengan sebutan Sribuza Islam. Akan tetapi, pada tahun 730 M Raja Sriwijaya Jambi yang sudah memeluk agama Islam tadi di tawan oleh Kerajaan Sriwijaya Pelembang yang menganut Agama Budha. Namun dengan di tawannya raja Sriwijaya Jambi yang telah memeluk Islam tadi tidak membuat kaum muslimin kendor dalam mendakwahkan Islam, bahkan peristiwa tersebut menjadi sinyal kemunduran kerajaan Sriwijaya Palembang karena terjadi kemerosotan ekonomi. Dengan kemunduran kerajaan Sriwijaya Palembang ini, membuat perkembangan Islam di Nusantara semakin pesat, dakwah mulai memasuki daerah-daerah lain di pulau sumetera seperti Aceh, dan Minangkabau, salah satu bukti Islam masuk ke Minangkabau sejak awal kedatangan Islam ke Nusantara adalah adanya Tambo, yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad.

Sejak saat itulah, Islam memainkan peranan penting di pulau Sumatera, Kesultanan Peurelak menjadi kesultanan kedua setelah Sribuza Jambi yang dikenal dalam sejarah Islam. Peurelak merupakan pusat perdagangan di Nusantara saat itu dan merupakan tempat persinggahan pedagang-pedagang Arab, Persia dan India yang hendak berdagang ke China jika melalui jalur Laut. Kesultanan Peurelak ini didirikan hari Rabu 1 Muharram tahun 225 H yang bertepatan dengan 839 M dengan Sultan Pertamanya Sultan Alaiddin Shaikh Maulana Abdul Aziz Syah yang merupakan putera dari salah seorang juru dakwah yang bernama Ali bin muhammad bin Ja’far as-Shidiq dengan puteri istana kemeurahan Peurelak bernama Makhdum Tanshuri. Yang beribukota di Bandar Peurelak yang kemudian berganti nama menjadi bandar Khalifah. Sejak saat itu syariat Islam diterapkan. ang saat itu Syariat Islam disebut-sebut oleh Marcopollo sebagai ‘The Law of Muhammad’ atau ‘Undang-Undang Muhammad’.

Namun, di saat perkembangan Islam yang semakin subur di Nusantara. Kerajaan Sriwijaya yang sempat mengalami kemunduran di bidang ekonomi kembali bangkit dan kembali menyerang kesultanan Islam, karena di anggap mengancam eksistensi kerajaan Sriwijaya. Tak berselang dengan penyerangan kesultanan Peurelak oleh Kerajaan Srwijaya, di Timur Tengah terjadi penyerangan Baghdad oleh Pasukan Tar-Tar yang di sebabkan adanya penghianatan di dalam negara Khilafah yang menyebabkan pasukan tar-tar berhasil masuk sampai ke pusat pemerintahan Khilafah. Peristiwa ini merupakan peristiwa terpahit yang di alami umat Islam, karena selain terbunuhnya Khalifah al Musta’shim Billah oleh panglima pasukan tar-tar Bulaghu Khan. Kota Baghdad yang merupakan pusat pendidikan dunia saat itu di hancur leburkan. Sehingga saat itu kaum muslimin benar-benar kehilangan kekuatan dan hidup tanpa seorang khalifah. Meski demikian di sebelah barat kota Baghdad kaum muslimin masih berada dalam naungan kesultanan-kesultanan, seperti di Anatolia ada Bani Saljuk Rum, di Syam hingga Mesir ada Bani Mameluk dan di Hijaz ada Sharif Mekkah. Sharif Mekkah adalah penguasa Hijaz yang saat itu merupakan wilayah setingkat provinsi dari Khilafah Abbasiah. Namun tak lama kemudian Sultan Baibats Al-Bhandaqa dari Bani Mameluk membai’at Al-Mustansir Billah dari Bani Abbasiah sebagai Khalifah, yaitu pada tahun 659 H atau bertepatan dengan 1261 M, Sharif Mekkah pun menggabungkan kembali wilayah Hijaz kedalam kekuasaan Khilafah Abbasiah ini. Sehingga umat Islam kembali bangkit dan membebaskan daerah-daerah Islam yang sebelumnya sempat direbut oleh musuh-musuh Islam.

Sejak saat itu misi dakwah kembali di lancarkan keseluruh penjuru dunia. Dari sinilah titik terang berkembangnya Islam diseluruh Nusantara. Awalnya Sharif Mekkah mengirimkan beberapa juru dakwah ke daerah timur termasuk Nusantara. Salah satu daerah yang di kunjungi oleh para pengemban dakwah ini adalah Samudera Pasai atau yang sekarang Aceh. Karena saat itu samudera pasai menjadi tempat persinggahan para pedagang dari berbagai daerah dan sekaligus menjadi pusat perdagangan untuk daerah Asia Tenggara. Dakwah yang di bawah oleh utusan Sharif Mekkah ini dengan mudah di terima oleh masyarakat di Samudera Pasai karena sebelumnya ada beberapa daerah di sekitarnya pernah mengenal Islam yaitu Kesultanan Peurelak yang kemudian mengalami kemunduran karena ada serangan dari kerajaan Budha Sriwijaya. Sehingga Sharif Mekkah mengutus Syaikh Ismail untuk mengukuhkan Merasillo menjadi Sultan pertama di kesultanan Samudera Pasai dengan gelar Sultan Malikus Saleh dan sejak saat itu (1261 M) Samudera Pasai menjadi bagian dari Khilafah Abbasiah yang berada di bawah kontrol wilayah wali/gubernur Mekkah, sehingga Samudera Pasai (Aceh) disebut juga sebagai Serambi Mekkah. Dan memang begitulah seharusnya setiap wilayah yang berhasil di Islamkan secara sukarela dan penguasanya pun bersedia menerapkan syariat Islam maka wajib menggabungkan diri menjadi bagian dari Khilafah Islamiyah.

Semenjak bergabung ke dalam Khilafah Islamiyah, Kesultanan Samudera Pasai melesat menjadi pusat koordinasi dan pengkaderan da’i yang kemudian di kirim keseluruh penjuru Nusantara.

Dakwah Islam Besar-Besaran ke seluruh Nusantara, (Bersambung. . .)

Tidak ada komentar:

mari bersama mengembalikan kehidupan Islam.